TADABBUR SURAH ALI-IMRAN
(3) : 185
Oleh : Wiyata,M.Pd.I
Hampir tidak ada perbedaan di kalangan manusia dari dahulu hingga
sekarang bahwa salah satu yang dicari dan sangat didambakanya adalah kehidupan
yang bahagia. Yang berbeda diantara manusia hanyalah dalam hal memberi makna
atau memberi arti tentang kebahagiaan.
Ada banyak manusia yang memberi makna kebahagian
dengan harta yang berlimpah, pangkat yang tinggi ataupun popularitas. Mungkin
ada yang mendapatkan kebahagiaan melalui harta, pangkat ataupun popularitas,
tapi sifatnya sangat sangat sementara
bahkan umumnya berupa kebahagiaan yang semu.
Padahal tidak jarang pula kita temukan orang orang
tidak memiliki harta yang banyak, tidak memiliki pangkat apapun dan tidak pula
dikenal banyak orang tapi menikmati
kehidupan yang bahagia.
Sekiranya kebahagian itu berada pada harta tentu Qarun
akan lebih berbahagia daripada Nabi Musa.
Sekiranya kebahagian itu berada pada pangkat maka tentu Namrud lebih
mulia daripada Nabi Ibrahim. Sekiranya kebahagiaan itu berada pada popularitas
maka tentu Uwais al Qarni tidak akan dipuji oleh Rasulullah sebagai orang yang
doanya dikabulkan.
Sungguh Islam telah menjelaskan kepada umatnya tentang
apa yang dimaksud dengan kebahagian. Ternyata menurut Islam kebahagiaan yang hakiki bukan seperti yang dibayangkan
dan dikhayalkan banyak orang yaitu dengan harta, pangkat
ataupun popularitas.
Sungguh Allah telah menjelaskan makna kebahagiaan
melalui firman-Nya. Perhatikanlah firman Allah dalam surat Ali Imran 185 : “Faman
zuhziha ‘aninnaari wa udkhilal jannata faqad faaz. Wamal hayaatud du-yaa illaa
mataa’ul ghuruur”. Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
kedalam surga, sungguh, dia memperoleh
kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Syaikh as
Sa’di dalam kitab Taisir Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil
Mannan yang lebih dikenal sebagai Tafsir As-Sa'di berkata : Ayat yang mulia ini
mengandung penjelasan tentang :
Pertama : Zuhud dari dunia
(zuhud bermakna seseorang meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat
bagi akhiratnya) karena bersifat sementara dan tidak kekal. Kemudian dunia itu
akan berpindah dan ditinggalkan menuju negeri yang abadi. Dan jiwa jiwa manusia
akan dipenuhi dengan apa yang telah diperbuatnya di dunia berupa kebaikan
maupun keburukan.
Kedua : Yang dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan kedalam surga maksudnya adalah dia memperoleh kemenangan
yang besar dengan selamat dari siksa yang pedih dan sampai kepada surga yang
penuh nikmat.
Kalau begitu, apa yang bisa kita lakukan agar dapat
memperoleh kebahagiaan ?
Sungguh Allah telah memberikan petunjuk bagi manusia
yang mau mendapatkan kebahagian itu. Perhatikanlah firman Allah : “Man ‘amila shalihan min dzakarin
au untsaa wahuwa mu’minun, fala yuhyiyannahuu hayaatan thaiyibah, wala
najziyannahum ajrahum biahsani maa kaanuu ya’maluun”. Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”. (Q.S.An-Nahl 97).
Sudah sangat tegas penjelasan Allah Ta’ala pada
surat ayat ini bahwa cara memperoleh kebahagiaan atau kehidupan
yang baik itu hanya pada dua hal :
Pertama : Beriman. Diantaranya yang paling utama adalah beriman dengan
rukun iman yang enam.
Kedua : Dengan melakukakan amal-amal shalih yaitu taat pada seluruh
aturan-Nya dan menjalankan segala perintah serta larangan-Nya dan paling utama
adalah yang disebut dalam rukun Islam yang lima.
Dua hal inilah yaitu (1) iman dan (2) amal
shalih yang akan memberikan kabar gembira, berupa kebahagian, bagi
seorang hamba sebagaimana dimaksud dalam surat al Baqarah ayat 25 : “Wabasysyiril
ladziina aamanuu wa ‘amilush shalihaatii anna lahum jannaatin tajriimin
tahtihal anhaar. Dan berilah kabar
gembira kepada orang orang yang beriman dan beramal shalih, bahwa untuk mereka
(disediakan) surga surga yang mengalir di bawahnya sungai sungai. (Q.S al
Baqarah 25)
Selain itu ketahuilah,
bahwa Allah Subahanu wa Ta’ala
telah memperingatkan pula dengan firman-Nya : “Waman a’radha ‘an dzikrii
fainna lahuu ma’isyatan dankan wa nahsyuruhuu yaumal qiyaamati a’maa” Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan
Kami akan menghimpunnya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaahaa 124).
Tentang ayat ini Syaikh as-Sa’di berkata : Berpaling
dari peringatan-Ku bermakna berpaling dari al Qur an. Maka dia akan mendapat
kehidupan yang sempit, maksudnya sesungguhnya balasannya adalah Allah
menjadikan penghidupannya sempit lagi susah. Dan tidaklah hal itu (terjadi)
melainkan sebagai suatu siksaan. (Kitab Tafsir Karimir Rahman).
Semoga kita semuanya digolongkan menjadi
hamba-hamba Alloh yang diridhoiNya, dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
JannahNya.
Wallohu
a’lam bisshowab.
Ditunggu dakwah selanjutnya
BalasHapus